SMA AL HIKMAH MUNCAR*****Terakreditasi Type "A" *****Sekolah Standar Nasional (SSN)*****Sekolah Hijau (Green Schoo)*****

Monday, November 15, 2010

Hikmah Idul Adha Oleh SMA Al Hikmah Muncar

Bulan ini merupakan bulan bersejarah bagi umat Islam. Pasalnya, di bulan ini kaum muslimin dari berbagai belahan dunia melaksanakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji adalah ritual ibadah yang mengajarkan persamaan di antara sesama. Dengannya, Islam tampak sebagai agama yang tidak mengenal status sosial. Kaya, miskin, pejabat, rakyat, kulit hitam ataupun kulit putih semua memakai pakaian yang sama. Bersama-sama melakukan aktivitas yang sama pula yakni manasik haji.
Selain ibadah haji, pada bulan ini umat Islam merayakan hari raya Idul Adha. Lantunan takbir diiringi tabuhan bedug menggema menambah semaraknya hari raya. Suara takbir bersahut-sahutan mengajak kita untuk sejenak melakukan refleksi bahwa tidak ada yang agung, tidak ada yang layak untuk disembah kecuali Allah, Tuhan semesta alam.
Pada hari itu, kaum muslimin selain dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rekaat, juga dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban ini bermula dari kisah penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail.
Peristiwa ini memberikan kesan yang mendalam bagi kita. Betapa tidak. Nabi Ibrahim yang telah menunggu kehadiran buah hati selama bertahun-tahun ternyata diuji Tuhan untuk menyembelih putranya sendiri. Nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hati dengan konsekuensi tidak mengindahkan perintahNya. Sebuah pilihan yang cukup dilematis. Namun karena didasari ketakwaan yang kuat, perintah Tuhanpun dilaksanakan. Dan pada akhirnya, Nabi Ismail tidak jadi disembelih dengan digantikan seekor domba. Legenda mengharukan ini diabadikan dalam al Quran surat al Shaffat ayat 102-109.
Kisah tersebut merupakan potret puncak kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Nabi Ibrahim mencintai Allah melebihi segalanya, termasuk darah dagingnya sendiri. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putra kesayangannya tidak menghalangi ketaatan kepada Tuhan. Model ketakwaan Nabi Ibrahim ini patut untuk kita teladani.
Dari berbagai media, kita bisa melihat betapa budaya korupsi masih merajalela. Demi menumpuk kekayaan rela menanggalkan ”baju” ketakwaan. Ambisi untuk meraih jabatan telah memaksa untuk rela menjebol ”benteng-benteng” agama. Dewasa ini, tata kehidupan telah banyak yang menyimpang dari nilai-nilai ketuhanan. Dengan semangat Idul Adha, mari kita teladani sosok Nabi Ibrahim. Berusaha memaksimalkan rasa patuh dan taat terhadap ajaran agama.
Di samping itu, ada pelajaran berharga lain yang bisa dipetik dari kisah tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa perintah menyembelih Nabi Ismail ini pada akhirnya digantikan seekor domba. Pesan tersirat dari adegan ini adalah ajaran Islam yang begitu menghargai betapa pentingnya nyawa manusia.
Hal ini senada dengan apa yang digaungkan Imam Syatibi dalam magnum opusnya al Muwafaqot. Menurut Syatibi, satu diantara nilai universal Islam (maqoshid al syari’ah) adalah agama menjaga hak hidup (hifdzu al nafs). Begitu pula dalam ranah fikih, agama mensyari’atkan qishosh, larangan pembunuhan dll. Hal ini mempertegas bahwa Islam benar-benar melindungi hak hidup manusia. (hlm.220 )   
 Nabi Ismail rela mengorbankan dirinya tak lain hanyalah demi mentaati perintahNya. Berbeda dengan para teroris dan pelaku bom bunuh diri. Apakah pengorbanan yang mereka lakukan benar-benar memenuhi perintah Tuhan demi kejayaan Islam atau justru sebaliknya?.

0 komentar:

Post a Comment